Check our feature article.

FRÉ JOURNAL

7083F7FB-D464-459B-9140-6E66619E537D.jpeg

To bridge the topic this time, let's start with the true meaning of culture! Menurut Roger M. Keesing dalam bukunya yang berjudul&nbsp;Cultural Anthropology: A Contemporary Perspective, budaya merupakan buah gagasan&nbsp;atau ide yang lahir dari kebiasaan yang diyakini benar bagi masyarakat, lalu diteruskan secara turun temurun ke generasi selanjutnya. So, it has no expiration date, as long as it continues to be preserved. Dengan catatan, diinovasi seiring perkembangan zaman atau bahkan mengalami proses sirkulasi dengan beberapa modifikasi menyesuaikan perkembangan era yang ada.Beranjak ke&nbsp;pop culture,&nbsp;adalah salah satu konsep budaya yang paling diminati oleh masyarakat. Budaya ini seringkali lahir dari sebuah keresahan atau masalah yang ada dalam suatu kelompok, lalu penyelesaiannya menjadi sebuah budaya yang diadopsi sebagai gaya hidup. Seperti musik Hip-hop, lahir dari gerakan masyarakat Afro-Amerika, pada awalnya Hip-hop adalah sebuah resolusi untuk mengurangi kekerasan kelompok remaja di pinggiran Amerika, khususnya masyarakat miskin kulit hitam.&nbsp;

Di industri musik sendiri, tren 2 tahun kebelakang yang sedang dan masih digandrungi sampai sekarang oleh konsumen&nbsp;pop culture&nbsp;adalah konsep modifikasi karaoke. Konsep karaoke yang pada awalnya hanya dinikmati di ruangan private dengan orang terdekat saja, kini hadir dengan konsep lebih terbuka dan sedikit ‘brutal’ atau biasa disebut dengan&nbsp;Karaoke Night.&nbsp;Lanskap nya bisa di mana saja, di bar&nbsp;indoor atau café-café&nbsp;outdoor&nbsp;dan bahkan dibawa ke panggung konser festival. Yang menarik, perubahan ini membuat karaoke bisa dinikmati bersama orang asing sekalipun, tanpa merasa resah.And, yap, karaoke dengan konsep massal sudah ada sejak lama (organ tunggal, orkes dangdut / orkes keliling, atau nembang). Masyarakat Indonesia lekat sekali dengan budaya bernyanyi dan menari. Faktor itulah salah satu alasan konsep&nbsp;karaoke night&nbsp;mulai menjamur di berbagai daerah dengan ciri khasnya masing-masing. Contohnya FeelKoplo yang mengusung konsep dangdut untuk pertunjukannya. Mereka me-remix&nbsp;lagu barat atau lagu yang sedang tren untuk dipadukan dengan alunan musik dangdut. Ada juga Kira-Kira Collective di Surabaya yang mengusung konsep Jepang di setiap eventnya, mereka akan memasang lagu-lagu Jepang khususnya&nbsp;soundtrack&nbsp;dari Anime. Contoh lainnya ada&nbsp;Friday Noraebang&nbsp;yang mengusung&nbsp;&nbsp;Korean Culture&nbsp;sebagai konsepnya.

Dari konsep-konsep tersebut, bisa dilihat bahwa mereka juga mengakulturasikan budaya lain yang penikmatnya bisa dibilang masif dan intens. Budaya Jepang dan Korea di Indonesia tidak asing lagi, mereka menyebar secara invasif dan sangat mudah diterima di kelompok-kelompok tertentu. Kasus ini hanya salah satu contoh bahwa&nbsp;Karaoke Night&nbsp;telah menjembatani agenda&nbsp;soft diplomacy&nbsp;dari negara-negara yang budayanya diangkat sebagai konsep kegiatan tersebut.&nbsp;Now, a big question waiting us. Will the Karaoke Night trend continue to be a trend in the future or will it fade away like other trends? Well, beberapa hasil interview dengan para pelaku Karaoke Night dan mengamati kultur trend di Indonesia,&nbsp;Karaoke Night&nbsp;akan langgeng di skala mikro setelah puas dengan eksistensinya dalam skala makro. Dan bisa jadi tren ini akan kembali bersinar 30 tahun kemudian, tentunya dengan modifikasi dan akulturasi yang sejalan dengan perkembangan jaman. Seperti tren&nbsp;pop culture lainnya.

PP_Andini.jpg

4FE46DD5-C8F7-42A7-AF0E-ABC75B9FC94B.jpeg

Doc. taken by KiraKiraCollective

Thumbnail_Karaoke Night.png

Pop Culture Cycle : Karaoke Night Kembali jadi Primadona

Kineforum_teater

Setelah proses revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang berlangsung selama 2 tahun (termasuk pandemi), layarvirtual kineforum akhirnya bersemi kembali! Kineforum adalah bioskop alternatif pertama di Jakarta yang menawarkan ragam program meliputi film klasik Indonesia dan karya pembuat film kontemporer.Sedangkan layarvirtual ini adalah bioskop mini bentuk kerjasama Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dengan UP PKJ di dalam komplek Taman Ismail Marzuki. Seperti yang sempat booming di pertengahan tahun juga, hadirnya Perpustakaan Jakarta Cikini menarik banyak perhatian publik, khususnya millenials dan Gen-Z karena arsitekturnya yang estetik!

Kineforum jelas bukan sembarang forum. Selalu ada program terkurasi setiap bulannya sebagai usaha untuk terus mengedukasi penontonnya melalui konteks hubungan film dengan isu kemasyarakatan serta pengembangan dari bahasa film. Kegiatannya mulai dari screening hingga diskusi. Seperti program perdana pasca penyegaran TIM bulan September, kineforum mengusung tema Generasi(on)al selama 23-25 September 2022. Ditilik dari laman websitenya, Generasi(on)al berusaha mengaitkan suasana di seputar kebangkitan dan pernyataan generasinya: serba tidak menentu, sekaligus semuanya tampak mungkin dilakukan.Kegamangan ini diutarakan dengan diputarnya empat film pendek karya anak negeri : Lika Liku Laki (Khozy Rizal, 2021), Kisah Cinta dari Barat (M. Reza Fahriyansyah, 2021), Laut Memanggilku (Tumpal Tampubolon, 2021), dan Boncengan (Sarah Abdillah, 2020).

Saya datang di hari kedua pukul 14.30 WIB dengan penuh antusias, karena sudah lama sekali sejak pandemi tidak menonton di bioskop alternatif seperti ini! Dan rupanya ratusan sineas lainnya juga merasakan hal yang serupa, karena tiket yang dibuka satu jam sebelumnya selalu habis untuk dua teater : Asrul Sani dan Sjuman Djaya!&nbsp;Karena layarvirtual kineforum sebelumnya tergabung dengan XXI, impresi yang terasa saat masuk di teater Sjuman Djaya baru ini adalah : INI INDIE PUNYA! Bernuansa biru, sangat jauh dari kesan “bioskop”, semakin menunjukkan minat apresiasi yang tinggi untuk para filmmaker independent yang terus kreatif di luar sana. Apresiasi ini bisa terus ditunjukkan dengan terus mengikuti program bulanan mereka lho, pantau update-nya di IG @kineforum ya. Selain wujudkan jutaan penonton untuk film Indonesia di bioskop komersial, hadir di bioskop alternatif seperti ini juga turut mendukung perfilman Indonesia!

dsnlfe77c-image-upload-v1660106547-lmy_19f1a813d4.png

Kineforum_dalam

kineforum blog.png

Welcome Back, kineforum!

3FD2CE44-A724-4196-AAFE-EDFEAF7FCC50.jpeg

Bagi saya yang menonton Sri Asih baru satu kali, bisa dikatakan artikel satu halaman ini hanyalah testimoni yang indrawi saya berhasil tangkap, yang emosi saya berhasil rasakan. Tapi, biar waktu tidak terbuang percuma, tenang saja karena saya telah kaitkan beberapa hal di dalamnya!Saya tidak mengikuti serial komik Bumilangit ini, saya hanya mendukung semangat mereka dengan menonton terbitan pertama Screenplay Bumilangit, yaitu Gundala. Tentu saja dibandingkan dengan Gundala, Sri Asih jauh di atasnya dari segi cara bercerita dan pengenalan karakter. Tapi sebenarnya juga tidak bisa dibandingkan begitu saja, karena beban Gundala sebagai anak pertama ini sungguh berat (wkwk). Dia yang harus mengenalkan siapa-siapa saja yang nanti akan terus muncul di serial Bumilangit selanjutnya. Entah JokAn mengambil evaluasi dari sana, atau memang rencananya seperti ini, makanya di Sri Asih semua karakter yang tidak begitu berkepentingan dimunculkan secukupnya. Alhasil, semua penonton bioskop terus fokus pada Pevita Pearce. Eh sori, fokus pada Sri Asih maksudnya.

Again, peningkatan dari Gundala juga ada di koreografi action. Lebih padat, terarah, but somehow, mata ini terganggu oleh akibat terlalu sempurna : menghindar duluan sebelum dihantam. Tapi itu hanyalah minor. Dan sepertinya, peningkatan di adegan action ini juga yang membuat Sri Asih benar-benar menjadi film superhero. Adanya babak laga kedua yang benar-benar nendang dan menang, setelah sempat hampir jatuh.Pevita? Tidak perlu diragukan lagi. Perjuangannya mendalami karakter selama satu setengah tahun terbayar tuntas melihat respon dan antusiasme penonton, bahkan kami respek! Ralat, kita. Karena BuSut sangat jelas menampakkan segan dan hormat itu di shot-shot sepanjang adegan Sri Asih. Benar-benar pengambilan gambar yang maha dewi.

Kembali ke review, faktanya.. Sri Asih menjadi salah satu hiburan masyarakat yang sangat memuaskan dalam masa pemulihan pandemi ini. Walaupun saya mengetahui di balik layar penayangan film perdana bioskop yang harus booking tanggal lah, inilah, itulah. Tapi, film ini masih terasa hangat pasca Tragedi Kanjuruhan di Malang dan kasus Sambo yang melibatkan aparat keamanan. Dalam Sri Asih, aparat diwakilkan oleh Reza Rahardian. Selain itu, berbicara soal debut film superhero perempuan pertama di Indonesia, setelah dipikirkan memang masuk akal dan sepertinya sengaja dikebut rumah produksi. Pasalnya, MCU bahkan baru mengeluarkan superhero perempuannya di fase tiga (menumpang Black Panther dan Ant-Man)? Bahkan fase empat, film utuh Black Widow baru ditayangkan. Sri Asih berada di perahu yang pas, saat masyarakat mengarungi feminisme beberapa tahun ke belakang.Jadi selanjutnya, siapa yang akan dirilis duluan? Virgo? Atau Godham?

4AC8D24B-F10C-4523-AA51-9119247A5AEE.jpeg

3BADF517-EB06-4577-9B28-61039ED3C7A7.png

#ReviewFilm
Sri Asih : Harus Sujud ke Pevita atau Screenplay Bumilangit?

61BE4CB0-4F54-43FB-B487-B248FF778EE9.png

Kalau membicarakan tentang film horror found-footage, mungkin di kepala kita semua ada 1 franchise yang tidak mungkin terlewat;&nbsp;Paranormal Activity. Satu franchise yang lambat-laun kualitasnya menurun dari satu installment ke installment yang lain, bisa jadi karena franchise ini sudah letih untuk dieksploitasi atau bisa saya katakan, horror found-footage sudah tidak lagi relevan. Di sisi dunia yang lain–lebih tepatnya Indonesia–sebuah film horror found-footage bertajuk “Keramat” rilis pada tahun 2009, tepat 2 tahun setelah Paranormal Activity pertama. Masa-masa di mana informasi tidak bisa diakses semudah hari ini, Keramat memberikan rasa baru di tengah film horor Indonesia yang gitu-gitu aja. Tidak sedikit informasi berseliweran bahwa film Keramat ini sebenarnya adalah kejadian asli yang kemudian diadaptasi menjadi film, desas-desusnya film asli-nya masih beredar secara underground di Jogja;&nbsp;katanya.

Lebih dari 1 dekade kemudian, Monty Tiwa selaku sutradara film tiba-tiba mengumumkan&nbsp;Keramat 2 : Caruban Larang. Keramat yang statusnya adalah cult movie tiba-tiba mendapat sekuel dengan jajaran cast remaja yang sudah sering kita lihat di sosial media maupun di film-film lain. Pendapat pribadi saya, ini mengurangi sense of believability. Walaupun tidak lupa, film Indonesia hari ini harus punya 1 public figure yang non-aktor / aktris, contohnya seperti komika, selebgram, atau bahkan publik politik biar followers-nya ikut nonton. Tapi dalam kasus film found-footage seringkali menggunakan cast yang tidak begitu famous demi mengejar unsur realisme-nya. Syukurlah di Keramat 2 chemistry yang dibangun berhasil, sehingga akting bisa dinikmati. Terlepas dari itu, komposisi cerita yang 70% nya mengandung marah-marah dan terasa cepat sekali di belakang membuat saya capek menontonnya.

Tentu saja&nbsp;Keramat 2 : Caruban Larang datang dengan tanggung jawab besar sebagai film sekuel;&nbsp;lebih baik. Jika dilihat-lihat, kesuksesan Keramat (2009) bukan semata-mata karena tensi horor yang dibangun dengan baik atau karakter dan konflik yang realistis, namun juga minimnya kemudahan mengakses informasi pada saat itu, sehingga found-footage jadi hal yang menarik.&nbsp;Pada intinya, menurut pendapat pribadi, selain pemain, harusnya masih ada hal-hal segar yang bisa ditambahkan agar masih bisa relevan di tengah gempuran horor masa kini. Bahkan installment terbaru&nbsp;Paranormal Activity yang berjudul&nbsp;Next Of Kin&nbsp;harus tayang di OTT. Disamping itu, banyak muncul found-footage yang lebih kreatif dengan mencoba media yang lain atau bahkan mencampur genre lainnya. Ambil contoh&nbsp;Host, found-footage horror yang seluruh filmnya kita lihat melalui sudut pandang zoom meeting. Atau&nbsp;Deadstream, found-footage horror dibalut dengan gore dan komedi kekinian, seorang content creator yang mencoba memenangkan hati para fans-nya karena telah melakukan skandal. Found-footage klasik seperti Keramat memang keren pada jamannya, pengalaman horor yang baru lewat sudut pandang yang baru. Namun seiring berjalannya jaman, konsep film horror juga makin berkembang. In the end,&nbsp;Keramat 2 adalah usaha nostalgia yang harusnya bisa lebih keras lagi.

4ED8C429-E111-4469-8373-9411C3398B4D.jpeg

CEE7DF11-463E-49CA-8DB3-BADC19F43C6F.jpeg